Rabu, 19 Desember 2012

Asuhan Keperawatan Jiwa pada Klien dengan Harga Diri Rendah



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Di dalam hidup di masyarakat manusia harus dapat mengembangkan dan melaksanakan hubungan yang harmonis baik dengan individu lain maupun lingkungan sosialnya. Tapi dalam kenyataannya individu sering mengalami hambatan bahkan kegagalan yang menyebabkan individu tersebut sulit mempertahankan kestabilan dan identitas diri, sehingga konsep diri menjadi negatif. Jika individu sering mengalami kegagalan maka gangguan jiwa yang sering muncul adalah gangguan konsep diri misal harga diri rendah.
Faktor psikososial merupakan faktor utama yang berpengaruh dalam kehidupan seseorang (anak, remaja, dan dewasa). Yang mana akan menyebabkan perubahan dalam kehidupan sehingga memaksakan untuk mengikuti dan mengadakan adaptasi untuk menanggulangi stressor yang timbul. Ketidakmampuan menanggulangi stressor itulah yang akan memunculkan gangguan kejiwaan.
Salah satu gangguan jiwa yang ditemukan adalah gangguan konsep harga diri rendah, yang mana harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan (Keliat, 1999). Perawat akan mengetahui jika perilaku seperti ini tidak segera ditanggulangi, sudah tentu berdampak pada gangguan jiwa yang lebih berat. Beberapa tanda-tanda harga diri rendah adalah rasa bersalah terhadap diri sendiri, merendahkan martabat sendiri, merasa tidak mampu, gangguan hubungan sosial seperti menarik diri, percaya diri kurang, kadang sampai mencederai diri (Townsend, 1998).
B.     Batasan Masalah
Dalam makalah ini, kami membatasi penyajian kami pada ruang lingkup yang meliputi :
1.      Pengertian harga diri rendah
2.      Penyebab harga diri rendah
3.      Tanda & gejala harga diri rendah
4.      Proses terjadinya masalah
5.      Akibat harga diri rendah
6.      Faktor predisposisi dan presipitasi
7.      Mekanisme koping
8.      Asuhan keperawatan

C.    Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.      Tujuan umum
Perawat mampu mendiskripsikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan konsep diri : harga diri rendah.
2.      Tujuan khusus
Untuk mengidentifikasi permasalahan yang muncul pada klien selama memberikan asuhan keperawatan gangguan konsep diri : harga diri rendah dan berusaha menyelesaikan permasalahan tersebut.

D.    Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini menggunakan metode kepustakaan yaitu dengan mencari referensi yang berkaitan dengan pokok bahasan.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Pengertian
Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa   gagal mencapai keinginan. Gangguan harga diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama. Gangguan harga diri rendah merupakan masalah bagi banyak orang dan diekspresikan melalui tingkat kecemasan yang sedang sampai berat. Umumnya disertai oleh evaluasi diri yang negatif, membenci diri sendiri dan menolak diri sendiri (Keliat, 1998).
Evaluasi dari dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif dapat secara langsung atau tidak langsung diekspresikan (Townsend, MC, 1998).
Penilaian negatif seseorang terhadap diri dan kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung (Schult & Videbeck, 1998).
Gangguan harga diri yang disebut harga diri rendah dapat terjadi secara:
1)      Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu ( korban perkosaan, ditubuh KKN, dipenjara tiba-tiba ).
         Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena:
a.       Privacy yang kurang diperhatikan, misalnya: pemeriksaan fisik yang sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan ( pencukuran pubis, pemasangan kateter, pemeriksaan perineal ).
b.      Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena dirawat/ sakit/ penyakit.
c.       Perlakuan petugas kesehatan yang yidak menghargai, misalnya berbagai pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, tanpa persetujuan. Kondisi ini banyak ditemukan pada klien gangguan fisik.

2)      Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu sebelum sakit atau dirawat. Klien mempunyai cara berfikir yang negatif. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respon yang maladaptif. Kondisi ini dapat ditemukan pada klien gangguan fisik yang kronis atau pada klien gangguan jiwa.

B.     Penyebab Harga Diri Rendah
Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistik, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistik.
Stressor pencetus mungkin ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal, seperti : trauma fisik maupun psikis, ketegangan peran, transisi peran situasi dengan bertambah atau berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian, serta transisi peran sehat sakit sebagai transisi dari keadaan sehat dan keadaan sakit. (Stuart & Sundeen, 1991).





C.    Tanda dan Gejala Harga Diri Rendah
Tanda dan gejala yang dapat dikaji pada gangguan harga diri rendah adalah:
1.      Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan terhadap penyakit, misalnya: malu dan sedih karena rambut jadi rontok setelah mendapat terapi sinar pada kanker.
    1. Rasa bersalah pada diri sendiri, misalnya ini tidak akan terjadi jika saya segera ke rumah sakit, menyalahkan, mengejek, dan mengkritik diri sendiri.
    2. Merendahkan martabat, misalnya saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya tidak tahu apa-apa atau saya orang bodoh.
    3. Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin bertemu dengan orang lain, suka menyendiri.
    4. Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya memilih alternatif tindakan.
    5. Mencederai diri, akibat harga diri rendah disertai harapan yang suram, mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan.

D.    Proses terjadinya Masalah
Individu yang kurang mengerti akan arti dan tujuan hidup akan gagal menerima tanggung jawab untuk diri sendiri dan orang lain. Ia akan tergantung pada orang tua dan gagal mengembangkan kemampuan sendiri ia mengingkari kebebasan mengekspresikan sesuatu termasuk kemungkinan berbuat kesalahan dan menjadi tidak sabar, kasar dan banyak menuntut diri sendiri, sehingga ideal diri yang ditetapkan tidak tercapai.
Sedangkan stressor yang mempengaruhi harga diri rendah dan ideal diri adalah penolakan dan kurang penghargaan diri dari orang tua dan orang yang berarti, pola asuh yang tidak tepat, misalnya terlalu dilarang, dituntut, dituruti, persaingan dengan saudara. Kesalahan dan kegagalan yang terulang, cita-cita yang tidak tercapai, gagal bertanggung jawab terhadap diri sendiri.
Harga diri rendah dapat terjadi karena adanya kegagalan atau berduka disfungsional dan individu yang mengalami gangguan ini mempunyai koping yang tidak konstruktif atau kopingnya maladaptive.
Resiko yang dapat terjadi pada individu dengan gangguan harga diri rendah adalah isolasi sosial: menarik diri karena adanya perasaan malu kalau kekurangannya diketahui oleh orang lain. ( Stuart dan Sundeen, 1991 )
E.     Akibat Harga Diri Rendah
Klien yang mengalami gangguan harga diri rendah bisa mengakibatkan gangguan interaksi sosial : menarik diri, perubahan penampilan peran, keputusasaan maupun munculnya perilaku kekerasan yang beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan. (Keliat, 1998)









F.     Faktor Predisposisi dan Presipitasi
1.      Faktor Predisposisi
Faktor yang mempengaruhi harga diri rendah adalah pengalaman masa kanak-kanak merupakan suatu faktor yang dapat menyebabkan masalah atau gangguan konsep diri. Anak-anak sangat peka terhadap perlakuan dan respon orang tua, lingkungan, sosial serta budaya. Orang tua yang kasar, membenci dan tidak menerima akan mempunyai keraguan atau ketidakpastian diri, sehingga individu tersebut kurang mengerti akan arti dan tujuan kehidupan, gagal menerima tanggung jawab terhadap dirinya sendiri, tergantung pada orang lain serta gagal mengembangkan kemampuan diri. Sedangkan faktor biologis, anak dengan masalah biologis juga bisa menyebabkan harga diri rendah. Misalnya anak lahir menilai dirinya rigatif. (Stuart & Sundeen, 1991)
2.      Faktor Presipitasi
Masalah khusus tentang konsep diri disebabkan oleh situasi yang dihadapi individu dan individu yang tidak mampu menyelesaikan masalah. Situasi atau stresor dapat mempengaruhi konsep diri dan komponennya. Stresor yang mempengaruhi harga diri dan ideal diri adalah penolakan dan kurang penghargaan diri dari orang tua yang berarti : pola asuh anak tidak tepat, misalnya: terlalu dilarang, dituntut, dituruti, persaingan dengan saudara, kesalahan dan kegagalan yang terulang, cita-cita yang tidak dapat dicapai, gagal bertanggung jawab terhadap diri sendiri (Stuart Sundeen, 1991). Sepanjang kehidupan individu sering menghadapi transisi peran yang dapat menimbulkan stres tersendiri bagi individu.

Stuart dan Sundeen, 1991 mengidentifikasi transisi peran menjadi 3 kategori, yaitu:
a.       Transisi Perkembangan
Setiap perkembangan dapat menimbulkan ancaman pada identitas. Setiap tahap perkembangan harus dilalui individu dengan menyelesaikan tugas perkembangan yang berbeda-beda. Hal ini dapat merupakan stresor bagi konsep diri.
b.      Transisi Peran situasi.
Transisi peran situasi terjadi sepanjang daur kehidupan, bertambah atau berkurang orang yang berarti melalui kelahiran atau kematian, misalnya status sendiri menjadi berdua atau menjadi orang tua. Perubahan status menyebabkan perubahan peran yang dapat menimbulkan ketegangan peran, yaitu konflik peran tidak jelas atau peran berlebihan.
c.       Transisi Peran Sehat-Sakit
Stresor pada tubuh dapat menyebabkan gangguan gambaran diri dan berakibat perubahan konsep diri. Perubahan tubuh dapat mempengaruhi semua komponen konsep diri yaitu gambaran diri, identitas diri, peran dan harga diri. (Stuart & Sundeen, 1991)





G.    Mekanisme Koping
Menurut Keliat (1998), mekanisme koping pada klien dengan gangguan konsep diri dibagi dua yaitu:
1.      Koping jangka pendek
a.   Aktivitas yang memberikan kesempatan lari sementara dari krisis, misalnya : pemakaian obat, ikut musik rok, balap motor, olah raga berat dan obsesi nonton televisi.
b.   Aktivitas yang memberi kesempatan mengganti identitas, misalnya: ikut kelompok tertentu untuk mendapat identitas yang sudah dimiliki kelompok, memiliki kelompok tertentu, atau pengikut kelompok tertentu.
c.   Aktivitas yang memberi kekuatan atau dukungan sementara terhadap konsep diri atau identitas diri yang kabur, misalnya: aktivitas yang kompetitif, olah raga, prestasi akademik, kelompok anak muda.
d.   Aktivitas yang memberi arti dari kehidupan, misalnya: penjelasan tentang keisengan akan menurunnya kegairahan dan tidak berarti pada diri sendiri dan orang lain.
2.   Koping jangka panjang
Semua koping jangka pendek dapat berkembang menjadi koping jangka panjang. Penyelesaian positif akan menghasilkan ego identitas dan Keunikan individu.
Identitas negatif merupakan rintangan terhadap nilai dan harapan masyarakat. Remaja mungkin menjadi anti sosial, ini dapat disebabkan karena ia tidak mungkin mendapatkan identitas yang positif. Mungkin remaja ini mengatakan “saya mungkin lebih baik menjadi anak tidak baik”.
Individu dengan gangguan konsep diri pada usia lanjut dapat menggunakan ego-oriented reaction (mekanisme pertahanan diri) yang bervariasi untuk melindungi diri. Macam mekanisme koping yang sering digunakan adalah : fantasi, disosiasi, isolasi, proyeksi.
Dalam keadaan yang semakin berat dapat terjadi deviasi perilaku dan kegagalan penyesuaian sebagai berikut: psikosis, neurosis, obesitas, anoreksia, nervosa, bunuh diri criminal, persetubuhan dengan siapa saja, kenakalan, penganiayaan.
H.    Asuhan Keperawatan
1.      Pohon Masalah


 



     
2.      Masalah Keperawatan dan Data yang perlu di kaji
a.       Masalah keperawatan
·         Isolasi sosial : menarik diri
·         Gangguan konsep diri : harga diri rendah
·         Gangguan citra tubuh





b.      Data yang perlu dikaji
No
Masalah Keperawatan
Data Subyektif
Data Obyektif
1.
Masalah utama : Gangguan konsep diri : harga diri rendah
-      Mengungkapkan ingin diakui jati dirinya
-      Mengungkapkan tidak ada lagi yang peduli
-      Mengungkapkan tidak bisa apa-apa
-      Mengungkapkan dirinya tidak berguna
-      Mengkritik diri sendiri
-      Merusak diri sendiri
-      Merusak orang lain
-      Menarik diri dari hubungan sosial
-      Tampak mudah tersinggung
-      Tidak mau makan dan tidak tidur
2.
Masalah Keperawatan : Penyebab gangguan citra tubuh
-      Mengkritik diri sendiri
-      Mengungkapkan perasaan main terhadap diri sendiri
-      Mengungkapkan malu dan tidak bisa bila diajak melakukan sesuatu
-      Perasaan tidak mampu
-      Perasaan negatif mengenai dirinya sendiri

-      Tampak sedih dan tidak melakukan aktivitas yang seharusnya dapat dilakukan
-      Wajah tarnpak murung
-      Klien terlihat lebih suka sendiri
-      Bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan
3.
Masalah Keperawatan: Akibat Isolasi sosial : menarik diri
-      Mengungkapkan tidak berdaya dan tidak ingin hidup lagi
-      Mengungkapkan enggan berbicara dengan orang lain
-      Klien malu bertemu dan berhadapan dengan orang lain
-      Ekspresi wajah kosong
-      Tidak ada kontak mata ketika diajak bicara
-      Suara pelan dan tidak jelas

3.      Diagnosa Keperawatan
a.       Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
b.      Gangguan konsep diri: harga diri rendah berhubungan dengan gangguan citra tubuh. (Keliat, 1998)
4.      Rencana Tindakan Keperawatan
a.       Diagnosa keperawatan: Isolasi sosial menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
                                            i.            Tujuan Umum :
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal.
                                          ii.            Tujuan Khusus :
1)      Klien dapat membina hubungan saling percaya.
         1.1.      Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan prinsip komunikasi terapeutik:
            1.1.1       Sapa klien dengan ramah secara verbal dan nonverbal
            1.1.2       Perkenalkan diri dengan sopan
            1.1.3       Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
            1.1.4       Jelaskan tujuan pertemuan
            1.1.5       Jujur dan menepati janji
1.1.7        Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
            1.1.7       Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
2)      Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
            2.1.      Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
            2.2.      Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien.
            2.3.      Utamakan memberi pujian yang realistik.
3)      Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
            3.1.      Diskusikan kemampuan yang masih dapat dilakukan.
            3.2.      Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.
4)      Klien dapat merencanakan kegiatan sesuai  dengan kemampuan yang dimiliki.
         4.1.         Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari.
         4.2.         Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
         4.3.         Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien lakukan.

5)      Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kemampuannya.
            5.1.      Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
            5.2.      Diskusikan pelaksanaan kegiatan di rumah
6)      Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
            6.1.      Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah.
            6.2.      Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
            6.3.      Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah.
                                        iii.            Hasil yang diharapkan
·         Klien mengungkapkan perasaannya terhadap penyakit yang diderita.
·         Klien menyebutkan aspek positif dan kemampuan dirinya (fisik, intelektual, sistem pendukung).
·         Klien berperan serta dalam perawatan dirinya.
·         Percaya diri klien menetapkan keinginan atau tujuan yang realistik.



b.      Diagnosa keperawatan : Gangguan konsep diri harga diri rendah berhubungan dengan gangguan citra tubuh.
                                           I.            Tujuan umum
Klien menunjukkan peningkatan harga diri
                                        II.            Tujuan Khusus
a)      Klien dapat meningkatkan keterbukaan dan hubungan saling percaya
                  1.1.            Bina hubungan perawat - klien yang terapeutik
                  1.2.            Salam terapeutik
                  1.3.            Komunikasi terbuka, jujur dan empati
                  1.4.            Sediakan waktu untuk mendengarkan klien. Beri   kesempatan mengungkapkan perasaan klien terhadap perubahan tubuh.
                  1.5.            Lakukan kontrak untuk program asuhan keperawatan (pendidikan kesehatan, dukungan, konseling dan rujukan)
b)      Klien dapat mengidentifikasi perubahan citra tubuh.
                  2.1.            Diskusikan perubahan struktur, bentuk atau fungsi tubuh
                  2.2.            Observasi ekspresi klien pada saat diskusi


c)      Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
                  3.1.            Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki  (tubuh, intelektual, keluarga) oleh klien diluar perubahan yang terjadi
                  3.2.            Beri pujian atas aspek positif dan kemampuan yang masih dimiliki klien.

d)     Klien dapat menerima realita perubahan  struktur, bentuk  atau  fungsi tubuh.
                  4.1.            Dorong klien untuk merawat diri dan berperan serta dalam asuhan klien secara bertahap
                  4.2.            Libatkan klien dalam kelompok klien dengan masalah gangguan citra tubuh
                  4.3.            Tingkat dukungan keluarga pada klien terutama pasangan.
e)      Klien dapat menyusun rencana cara-cara menyelesaikan masalah yang dihadapi.
                  5.1.            Diskusikan cara-cara (booklet, leaflet sebagai sumber informasi) yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak perubahan struktur, bentuk atau fungsi tubuh
                  5.2.            Dorong klien memilih cara yang sesuai
f)       Klien dapat melakukan tindakan pengembalian integritas tubuh.
                  6.1.            Membantu klien mengurangi perubahan citra tubuh
                  6.2.            Rehabilitasi bertahap bagi klien
                                     III.            Hasil yang diharapkan
·         Klien menerima perubahan tubuh yang terjadi
·         Klien memilih beberapa cara mengatasi perubahan yang terjadi
·         Klien adaptasi dengan cara-cara yang dipilih dan digunakan















BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa   gagal mencapai keinginan. Gangguan harga diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama. Gangguan harga diri rendah merupakan masalah bagi banyak orang dan diekspresikan melalui tingkat kecemasan yang sedang sampai berat. Umumnya disertai oleh evaluasi diri yang negatif, membenci diri sendiri dan menolak diri sendiri (Keliat, 1998).
Evaluasi dari dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif dapat secara langsung atau tidak langsung diekspresikan (Townsend, MC, 1998).
Penilaian negatif seseorang terhadap diri dan kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung (Schult & Videbeck, 1998).
Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistik, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistik.
Stressor pencetus mungkin ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal, seperti : trauma fisik maupun psikis, ketegangan peran, transisi peran situasi dengan bertambah atau berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian, serta transisi peran sehat sakit sebagai transisi dari keadaan sehat dan keadaan sakit. (Stuart & Sundeen, 1991).

DAFTAR PUSTAKA

·         http://www.google.com.//asuhan keperawatan gangguan konsep diri.
·         Azis, R, dkk. Pedoman asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang : RSJD Dr. Amino Gondoutomo. 2003
·         Keliat BA. Proses kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC. 1999

Tidak ada komentar:

Posting Komentar