Rabu, 19 Desember 2012

Asuhan Keperawatan Fraktur Femur



BAB I
LATAR BELAKANG
A.    Latar Belakang
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2005). Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olah-raga, pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. Sedangkan pada orang tua, wanita lebih sering mengalami fraktur daripada laki-laki yang berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon pada monopouse. Fraktur merupakan ancaman potensial atau aktual kepada integritas seseorang akan mengalami gangguan fisiologis maupun psikologis yang dapat menimbulkan respon berupa nyeri. Nyeri tersebut adalah keadaan subjektif dimana seseorang memperlihatkan ketidak nyamanan secara verbal maupun non verbal. Respon seseorang terhadap nyeri dipengaruhi oleh emosi, tingkat kesadaran, latar belakang budaya, pengalaman masa lalu tentang nyeri dan pengertian nyeri. Nyeri mengganggu kemampuan seseorang untuk beristirahat, konsentrasi, dan kegiatan yang biasa dilakukan. Pengelolaan nyeri fraktur, bukan saja merupakan upaya mengurangi penderitaan klien, tetapi juga meningkatkan kualitas hidupnya. Rasa nyeri bisa timbul hampir pada setiap area fraktur. Bila tidak diatasi dapat menimbulkan efek yang membahayakan yang akan mengganggu proses penyembuhan dan dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas, untuk itu perlu penanganan yang lebih efektif untuk meminimalkan nyeri yang dialami oleh pasien. Secara garis besar ada dua manajemen untuk mengatasi nyeri yaitu manajemen farmakologi dan manajemen non farmakologi. Salah satu cara untuk menurunkan nyeri pada pasien fraktur secara non farmakologi adalah diberikan kompres dingin pada area nyeri. Perawat harus yakin bahwa tindakan mengatasi nyeri dengan kompres dingin dilakukan dengan cara yang aman.
B.     Rumusan Masalah
Dalam laporan ini rumusan masalah yang didaptkan yaitu pengertian fraktur femur, etiologi, patofisiologi, manisfestasi klinis, pemeriksaan penatalaksanaan medis dan bagaimana proses asuhan keperawatan pada pasien dengan fraktur femur.
C.    Tujuan Penulisan
1.      Mampu mengidentifikasi pengertian fraktur femur
2.      Mampu mengerti tentang penyebab dan tanda fraktur femur
3.      Mampu memberikan penanganan awal pada pasien dengan fraktur femur
4.      Mampu memberikan asuhan keperawatan dengan benar.
D.    Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan laporan ini yaitu menggunakan metode pustaka dimana kami mencari bahan-bahan materi dari berbagai sumber yang berkaitan dengan materi dan melakukan asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami fraktur femur.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Pengertian Fraktur Femur
Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang / osteoporosis.
B.     Etiologi
Tulang bersifat relatif rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan dan fraktur dapat terjadi karena:
1)        Trauma
Sebagian fraktur terjadi karena kekuatan yang tiba-tiba dan berlebih yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekanan, pemuntiran/penarikan. Bila terjadi kekuatan langsung tulang bisa patah pada tempat yang terkena, jaringan lemak juga pasti rusak.
2)        Pemukulan
Menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit.
3)        Penghancuran
Menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lemak yang luas. Bila terkena kekuatan tak langsung dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena kerusakan jaringan lemak ditempat fraktur mungkin tidak ada.
4)        Kelelahan/tekanan berulang-ulang
Retak dapat terjadi pada tulang, misal: pada logam/benda lain akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini dapat terjadi pada tibia/fibula, radius/ ulna. Biasanya pada olahragawan/atlit (bola volley, senam, bola basket).
5)        Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologis)
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal, kalau tulang itu lemah (tumor) atau sangat rapuh (osteoporosis) penderita kanker/infeksi
6)        Fraktur stress/fatique fracture akibat peningkatan drastis tingkat latihan.
C.    Patofisiologi
Fraktur terjadi bila interupsi dari kontinuitas tulang, biasanya fraktur disertai cidera jaringan disekitar ligament, otot, tendon, pembuluh darah dan persyarafan. Tulang yang rusak mengakibatkan periosteum pembuluh darah pada korteks dan sumsum tulang serta jaringan lemak sekitarnya rusak. Keadaan tersebut menimbulkan perdarahan dan terbentuknya hematom dan jaringan nekrotik. Jerjadinya jaringan nekrotik pada jaringan sekitar fraktur tulang merangsang respon inflamasi berupa vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cidera. Tahap ini merupakan tahap awal pembentukan tulang. Berbeda dengan jaringan lain, tulang dapat mengalami regenerasi tanpa menimbulkan bekas luka.
D.    Manifestasi Klinis
1)      Deformitas
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan kontur terjadi seperti :
(1)   Rotasi pemendekan tulang
(2)   Penekanan tulang
2)      Bengkak
Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur
3)      Ekimosis dari perdarahan subculaneous
4)      Spasme otot, spasme involunters dekat fraktur
5)      Tenderness
6)      Nyeri mungkin disebabkan oleh spame otot berpindah tulang dari tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
7)      Kehilangan sensani (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/ perdarahan).
8)      Pergerakan abnormal
9)      Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
10)  Krepitasi
E.     Klasifikasi Fraktur
1)      Berdasarkan luas/garis fraktur
(1)   Fraktur komplit
Bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua tulang.
(2)   Fraktur tidak komplit/incomplete
Bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang, misal:
a.         Buckle fracture: terjadi pada lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa dibawahnya.
b.        Green stick fracture: fraktur tidak sempurna dan sering terjadi pada anak-anak, korteks tulang masih utuh begitu pula periosteum.
2)      Berdasarkan posisi fragmen
(1)   Fraktur undisplaced/tidak bergeser
Tulang patah, posisi pada tempatnya normal/garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser, periosteum masih utuh.
(2)   Fraktur displaced/bergeser
Ujung tulang yang patah berjauhan dari tempat patah dan terjadi pergeseran fragmen-fragmen tulang.
3)      Berdasarkan bentuk/jumlah garis patah
(1)   Fraktur komunitif
Garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan
(2)   Fraktur segmental
Garis patah lebih dari satu, tidak saling berhubungan karena tulang tertekan menjadi beberapa bagian.
(3)   Fraktur multiple
Garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang, tempat yang berlainan.
4)      Berdasarkan tempat
Misal: Fraktur femur, fraktur humerus, fraktur radius, ulna, tibia, fibula, vertebra dll.


5)      Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma
(1)   Fraktur transversal
Fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang.
(2)   Fraktur oblik
Fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap tulang.
(3)    Fraktur spinal
Fraktur tulang yang melingkari tulang.
(4)   Fraktur kompresi
Fraktur dimana 2 tulang menumbuk tulang ketiga yang berada diantaranya.
(5)   Fraktur avulse
Fraktur yang memisahkan fragmen tulang pada tempat inverse tendon ataupun ligament.
6)      Berdasarkan hubungan tulang dengan dunia luar
(1)   Fraktur tertutup (closed/simple fracture)
Bila tidak ada hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
(2)   Fraktur terbuka (open/compound fracture)
Karena terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan dikulit.
Menurut R. Gustillo (2001), Fraktur terbuka terbagi atas 3 derajad:
a.         Derajad I
·         Luka < 1 cm
·         Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk.
·         Fraktur sederhana, tranversal, obliq atau komunitif ringan
·         Kontaminasi minimal
b.        Derajat II
·         Laserasi > 1 cm
·         Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulse
·         Fraktur komunitif sedang
·         Kontaminasi sedang
c.         Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.Terbagi atas:
a.       Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat kerusakan jaringan lunak.
b.      Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur yang tulang yang terpapar/kontaminasi masif.
c.       Jaringan lunak yang menutupi fraktur yang adekuat, meskipun terdapat laserasi luas/flap/avulsi/fraktur segmental atau sangat komunitif yang disebabkan trauma berenergi tanpa melihat besar luasnya luka.



F.     Komplikasi
1)        Malunion
Suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya.
2)        Non-union
Kegagalan pada proses penyambungan tulang sehingga tulang tak dapat menyambung.
3)        Delayed union
Proses penyembuhan tulang berjalan dalam waktu lama dari waktu yang diperkirakan.
4)        Infeksi
Paling sering menyertai fraktur terbuka tetapi sudah jarang dijumpai dapat melalui logam bidai.
5)        Cidera vaskuler dan saraf
Kedua organ ini dapat cidera akibat ujung patahan tulang yang tajam.
6)        Fat-embolic syndrome/embolik lemak
Terjadi setelah 24-48 jam setelah cidera, ditandai distress pernapasan, tachikardi, tachipnoe, demam, edema paru, dan akhirnya kematian.
7)        Gangren gas
Yang berasal dari infeksi yang disebabkan oleh bacterium saphrophystik gram positif anaerob antara lain clostridium weichii/clostridium perfingers. Clostridium biasanya akan tubuh pada luka dalam yang mengalami penurunan suplai O2 karena trauma otot.

8)        Reflek symphathetic dystrophy
Karena tidak stabilnya vasomotor yang mengakibatkan tidak normalnya sistem saraf simpatik yang hiperaktif sehingga menyebabkan terjadinya perlukaan.
9)        Thrombo embolic complication
Terjadi pada individu yang immobilisasi dalam waktu yang lama.
10)    Pressure sore (borok akibat tekanan)
Akibat gips/bidai yang memberi tekanan setempat sehingga terjadi nekrosis pada jaringan superficial
11)    Osteomyelitis
Infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum/korteks tulang dapat berupa hematogenous. Pathogen masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus atau selama operasi.
12)    Nekrosis avaskuler
Fraktur mengganggu aliran darah ke salah satu fragmen sehingga fragmen tersebut mati. Sering terjadi pada fraktur caput femoris.
13)    Kerusakan arteri
Ditandai adanya denyut, bengkak, pucat pada baigan distal fraktur, nyeri, pengisian kapiler yang buruk. Kerusakan arteri dapat disertai cidera pada kaki, saraf dan otot visera (thoraks dan abdomen).
14)    Syock
Perdarahan selalu terjadi pada tempat fraktur dan perdarahan ini dapat hebat sehingga terjadilah syock.

15)    syndrome compartment
Terjadi saat satu atau lebih compartement ekstremitas meningkat, saat peningkatan tekanan jaringan pada ruangan tertutup diotot yang berhubungan dengan akumulasi cairan sehingga menyebabkan aliran darah yang berat dan berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot, ditandai dengan edema, tidak adanya denyut, nyeri terutama ketika area luka ditinggikan atau digerakkan, pucat atau cyanosis, kaku dan paresis.
G.    Pemeriksaan Diagnostik
1)        Pemeriksaan penunjang
(1)     Sinar X
Melihat gambaran terakhir atau mendekati struktur fraktur
(2)     Venogram
Menggambarkan arus vaskularisasi
(3)     Konduksi saraf dan elektromiogram
Mendeteksi cidera saraf
(4)     Angiografi
Berhubungan dengan pembuluh darah
(5)     Antrotropi
Mendeteksi keterlibatan sendi
(6)     Radiografi
Menentukan integritas tulang
(7)     CT-Scan
Memperlihatkan fraktur atau mendeteksi struktur fraktur

2)        Pemeriksaan laboratorium
LED meningkat bila kerusakan jaringan lemak luas, leukosit sebagai respon stress normal setelah trauma, Hb dan HCT rendah akibat perdarahan.
H.    Penatalaksanaan
1)        Penatalaksanaan fraktur prinsipnya adalah dengan 4-R :
(1)     Recognisi : riwayat dari terjadinya fraktur sampai didiagnosa fraktur
(2)     Reduksi : upaya memanipulasi fragmen tulang
(3)     Retensi : memelihara reduksi sampai penyembuhan
(4)     Rehabilitasi : upaya untuk pencapai kembali fungsi tulang secara normal
2)        Beberapa intervensi yang diperlukan
(1)     Intervensi Terapeutik atau konservatif
a.       Proteksi dengan mitela atau pembebatan fraktur diatas dan dibawah sisi cidera sebelum memindahkan pasien. Pembebatan atau pemdidaian mencegah luka dan nyeri yang lebih jauh dan mengurangi adanya komplikasi.
b.      Immobilitas
Dilakukan dalam jangka waktu berbeda-beda untuk kesembuhan fragmen yang dipersatukan dengan pemasangan gips.
c.       Memberikan kompres dingin untuk menentukan perdarahan, edema dan nyeri
d.      Meninggikan tungkai untuk menurunkan edema nyeri
e.       Kontrol perdarahan dan memberikan penggantian cairan untuk mencegah syock.
f.       Traksi untuk fraktur tulang panjang
Sebagai upaya menggunakan kekuatan tarikan untuk meluruskan dan immobilisasi fragmen tulang.
g.      Reposisi tertutup atau fiksasi dengan gips
Pada fraktur supra kondilus, reposisi dapat dilaksanakan dengan anestesi umum atau lokal.
(2)     Pemberian Diet
Pemberian diet TKTP dan zat besi untuk mencegah terjadinya anemia.
(3)     Intervensi farmakologis
a.       Anestesi local, analgesic narkotik, relaksasi otot atau sedative diberikan untuk membantu klien selama prosedur reduksi tertutup.
b.      Anestesi dapat diberikan
c.       Analgesic diberikan sesuai petunjuk untuk mengontrol nyeri pada pasca operasi
d.      ATS diberikan pada pasien tulang complicated
(4)     Intervensi operatif
a.       Reduksi untuk memperbaiki kontinuitas tulang
·         Reduksi Tertutup
Fragmen tulang disatukan dengan manipulasi dan traksi manual untuk memperbaiki kesejajaran gips atas bebat dipasang, untuk mengimmobilisasi ekstremitas dan mempertahankan reduksi. Diperlukan suatu kontrol radiology yang diikuti fiksasi interna.
·         Reduksi terbuka dan fiksasi internal / ORIF
Fiksasi interna dengan pembedahan terbuka akan mengimmobilisasi fraktur. Memasukkan paku, sekrup atau pen atau plat ke dalam tempat fraktur untuk memfiksasi bagian tulang yang fraktur secara bersamaan. Fragmen tulang secara langsung terlihat dan alat fiksasinya digunakan untuk memegang fragmen tulang dalam posisi. Terjadi penyembuhan tulang dan dapat diangkat bila tulang sembuh. Setelah penutupan luka, beban atau gips untuk stabilisasi dan sokong tambahan.
b.      Penggantian endoprostetik
Penggantian fragmen dengan alat logam terimplantasi dan digunakan bila terakhir mengganggu nutrisi tulang atau pengobatan pilihan adalah penggantian tulang.
I.       Konsep Dasar asuhan Keperawatan
1)      Pengkajian
(1)   Riwayat keperawatan
a.       Perawat perlu menentukan : data biografi, riwayat terjadinya trauma (bila tidak ada riwayat terjadi fraktur patologis) dimana terjadinya trauma, jenis trauma, berat ringananya trauma.
b.      Obat-obatan yang sering digunakan
c.       Kebiasaan minum-minuman keras
d.      Nutrisi
e.       Pekerjaan atau hobby
(2)   Pemeriksaan fisik
Head to toe , inspeksi perubahan bentuk tulang, lokasi fraktur, gerakan pasien, integritas kulit, nyeri.
(3)   Aktivitas atau istirahat
Ditujukan dengan terbatasnya atau kehilangan fungsi, yang cenderung pada bagian tengah yang disebabkan oleh fraktur sekunder bengkak pada jaringan dan rasa nyeri.
(4)   Sirkulasi
Ditunjukkan dengan : hipertensi atau hipotensi, tachicardi yang disebabkan karena respon stress atau hipovolemik, nadi berkurang atau menurun lebih kecil pada bagian distal perlukan disebabkan karena keterlambatan pengikatan pembuluh darah mempengaruhi bagian jaringan menjadi bengkok hematom pada tempat perlukaan disebabkan adanya darah ekstravaskuler berada pada daerah perlukaan.
(5)   Neurosensori
Ditunjukkan dengan kehilangan gerakan atau sensasi, spasme otot : kaku atau tak terasa (parestesia), perubahan total, pemendekan, kekakuan abnormal, terpuntir, krepitasi, agitasi karena nyeri atau cemas.

(6)   Rasa nyaman
Tiba-tiba nyeri hebat pada tempat luka (mungkin lokasi pada jaringan atau kerusakan tulang saat immobilisasi) nyeri ini disebabkan terputusnya saraf, otot spasme setelah immobilisasi.
(7)   Keamanan
Kulit laserasi, perdarahan, perlukaan, lokasi bengkak.
(8)   Tempat fraktur dan sistem jaringan
a.       Edema
b.      Perubahan warna
c.       Parestesia dengan numbness dan tingling karena ketidakseimbangan aliran darah dalam pembuluh darah yang menuju berbagai organ atau peningkatan tekanan jaringan
d.      Nyeri akibat penimbunan darah sekitar tulang yang mengakibatkan tertekannya saraf.
e.       Kulit terbuka dan tertutup
Kulit terbuka apabila tulang sampai menembus kulit-kulit tertutup apabila tulang masih berada didalam kulit
f.       Krepitasi akibat sensasi yang berkertak : bunyi yang terdengar pada saat kedua tulang saling bergerak
g.      Perdarahan terjadi karena kerusakan pembuluh darah arteri dan vena



(9)   Sistem yang diperhatikan
a.       Pallor atau pucat
Karena perdarahan yang banyak maka darah yang mengikat oksigen dalam tubuh berkurang sehingga penurunan O2 di dalam jaringan.
b.      Confusion
Perfusi darah yang ke otak menurun sehingga otak kekurangan O­2 dan mengganggu metabolisme otak yang mengakibatkan kebingungan.
c.       Dyspnea
Terjadi pada fraktur terbuka, lemak berasal dari sumsum tulang atau myelum masuk ke aliran darah terbuka sehingga dapat terjadi embolik dan mengakibatkan sesak napas.
d.      Shock
Terjadi saat hipovolemik karena kekurangan darah akibat pecahnya arteri dari perdarahan
e.       Diaphoresis atau keringat banyak
Akibat peningkatan metabolisme tubuh, untuk itu dibutuhkan energi banyak hingga energi akan dipecah menjadi panas dan menimbulkan banyak keringat.
f.       Takut dan cemas karena perubahan status kesehatan



2)      Diagnosa Keperawatan
(1)   Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/imobilisasi, stress  ansietas.
(2)   Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, kerusakan sirkulasi, penurunan sensasi di buktikan oleh terdapatnya luka/ulserasi, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotis.
(3)   Gangguan musculoskeletal, terapi pembatasan aktivitas  dan penurunan kekuatan
(4)   Resiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respon inflamasi tekanan, prosedur invasive dan jalur penusukan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
(5)   Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/ mengingat, salah interpretasi informasi.
(6)   Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan itegritas tulang (fraktur)
(7)   Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah, cedera vaskuler langsung, edema berlebihan, pembentukan thrombus.
(8)   Resiko tinggi terhadap kerusakan gas berhubungan dengan perubahan aliran darah/emboli lemak.


3)   Intervensi
(1)   Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/imobilisasi, stress  ansietas.
Tujuan :
Nyeri dapat berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
a.      Pasien tampak tenang
b.      Pasien melaporkan nyeri berkurang atau hilang
Intervensi
a.      Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga
Rasional: hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif.
b.      Kaji tingkat intesitas, skala nyeri (0-10) dan frekuensi nyeri menunjukkan skala nyeri.
c.       Pertahahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring.
Rasional: menghilangkan nyeri dan mengurangi kesalahan posisi tulang jaringan yang cedera.
d.      Jelaskan prosedur sebelum memulai setiap tindakan.
Rasional : memungkinkan pasien  untuk siap secara mental untuk setiap aktifitas, juga berpartisipasi dalam mengontrol tingkat ketidaknyamanan.
e.       Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan cedera.
Rasional : membantu untuk menghilangkan ansietas.
f.       Lakukan dan awasi dalam latihan gerak aktif atau pasif.
Rasional : mempertahankan kekuatan otot yang sakit dan mempermudahkan dalam  resolusi inflamasi pada jaringan  yang  cedera.
g.      Berikan tindakan nyaman seperti pijatan punggung, perubahan posisi.
Rasional : meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan area tekanan local dan kelelahan otot.
h.      Dorong pasien dalam menggunakan teknik manajemen stress, seperti relaksasi napas dalam, imajinasi visualisasidan sentuhan terapeutik.
Rasioanal : memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa control dan dapat meningkatkan kempuan koping dalam mananjemen nyeri.
i.        Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi.
Rasional : merupakan tindakan dependent perawatan, dimana analgesic berfungsi untuk memblok stimulus nyeri.




(2)   Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, kerusakan sirkulasi, penurunan sensasi di buktikan oleh terdapatnya luka/ulserasi, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotis.
Tujuan :
Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria hasil :
a.       Menyatakan ketidaknyaman hilang
b.      Menunjukkan prilaku untuk mencegah kerusakan kulit dan memudahkan penyembuhansesuai indikasi.
Intervensi
a.       Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan dan perubahan warna.
Rasioanal : memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan  masalah yang mungkin disebabkan oleh alat.
b.      Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
Rasional : mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.
c.       Pantau peningkatan suhu tubuh
Rasional : suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan
d.      Berikan perawatan luka dengan  teknik aseptic, balut luka dengan kasa yang kering dan gunakan plester kertas.
Rasional : teknik aseptic membantu dalam penyembuhan luka dan  menncegah terjadinya infeksi.
e.       Jika pemulihan tidak terjadi  kolaborasi tindak lanjut misalnya debridement
Rasional : agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar pada area kulit yang normal lainnya.
(3)   Gangguan musculoskeletal, terapi pembatasan aktivitas  dan penurunan kekuatan
Tujuan :
Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal
Kriteria hasil
a.       Mempertahankan mobilitas optimal yang dapat ditoleransi
b.      Meningkatkan fungsi yang sakit
c.       Melakukan  pergerakan dan perpindahan
Intervensi
a.       Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan
Rasional : mengidentifikasi masalah dan mempermudahkan intervensi
b.      Ubah posisi secara periodic dan dorong untuk latihan nafas dalam
Rasional : mencegah insiden komplikasi kulit atau pernafasan.
c.       Ajarkan dan pantau pasien dalam penggunaan alat bantu
Rasional : menilai batasan kemampuan klien dalam melakukan aktivitas optimal.
d.      Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
Rasional : mempertahankan kekuatan dan ketahanann otot.
e.       Kolaborasi dengan ahli terapi
Rasional : sebagai suatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan mobilitas pasien.
(4)   Resiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respon inflamasi tekanan, prosedur invasive dan jalur penusukan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
Tujuan
Resiko infeksi tidak menjadi actual
Kriteria hasil
a.       Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus, kemerahan, bengkak, demam dan nyeri.
b.      Luka bersih, tidak lembab dan tidak kotor
c.       Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleran.
Intervensi
a.       Pantau tanda-tanda vital
Rasional : mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu meningkat.
b.      Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptic
Rasional : mencegah kontaminasi silang
c.       Lakukan perawatan terhadap prosedur invasif seperti infuse, kateter dan drainase luka.
Rasional : untuk mengurangi resiko infeksi nasokomial.
d.      Infeksi kulit untuk adanya iritasi atau robekan
Rasional : untuk mengetahui adanya infeksi
e.       Kaji tonus otot, reflex tendon dalam dan kemampuan untuk berbicara.
Rasional : kekauan otot, spasme tonik otot rahang dan difagia menunjukkan terjadinya tetanus.
f.       Observasi luka untuk pembentukan krepitasi dan perubahan warna kulit.
Rasional : tanda perkiraan infeksi
(5)   Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/ mengingat, salah interpretasi informasi.
Tujuan :
Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.
Kriteria hasil :
a.       Melakukan prosedur yang dilakukan dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan.
b.      Memulai perubahan gaya hidup yang di perlukan dan ikut serta dalam perawatan.
Intervensi :
a.       Kaji tingkat kemampuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
Rasional : mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
b.      Berikan penjelasan pada pada pasien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang
Rasional : dengan mengetahui penyakitnya dan kondisinya sekarang klien dan keluarganya merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
c.       Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanannya.
Rasional : diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
d.      Berikan penjelasan pada pasien tentang perawatan luka
Rasional : menambah pengetahuan dan pembelajaran pasien tentang perawatan luka.
e.       Minta keluarga kembali mengulangi materi yang telah diberikan.
Rasional : menambah pengetahuan dan pembelajaran bagi pasien tentang perawatan luka.
(6)   Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan integritas tulang (fraktur)
Tujuan :
Resiko tinggi trauma tidak menjadi actual
Kriteria hasil :
a.       Mempertahankan stabilisasi dari posisi fraktur
b.      Menunjukkan mekanika tubuh yang meningkatkan stabilisasi pada farktur
c.       Menunjukkan pembentukan kalus mulai penyatuan fraktur dengan tepat

Intervensi
a.       Pertahankan tirah baring /ekstermitas sesuai indikasi.
Rasional : meningkatkan stabilitas, menurunkan kemungkinan gangguan posisi.
b.      Letakkan papan di bawah tempat tidur atau tempatkan pasien pada tempat tidur ortopedik.
Rasional : tempat tidur lembut atau lentur dapat membuat deformasi gips yang masih basah.
c.       Sokong fraktur dengan bantal/gulungan selimut, pertahankan tahanan posisi netral pada bagian yang sakit dengan bantal pasir, pembebat, gulungan trokanter dan papan kaki
Rasional : mencegah gerakan yang tak perlu dan perubahan posisi. Posisi yang tepat dari bantal juga dapat mencegah tekanan deformitas pada gips yang kering.
d.      Tugaskan petugas yang cukup untuk membalik pasien hindari penggunaan papan abduksi untuk membalik pasien dengan gips.
Rasional : gips panggul atau multiple dapat membuat berat dan tidak praktis secara ekstrem. Kegagalan untuk menyokong ektremitas yang di gips dapat menyebabkan gips patah.
e.       Evaluasi pembebat ekstermitas terhadap resolusi edema.
Rasional : pembebat koaptasi (contoh jepitan jones sugar) mungkin diberikan untuk memberikan imobilisasi fraktur dimana pembengkakan jaringan berlebihan. Seiring dengan berkurangnya edema, penilaian kembali pembebat atau penggunaan gips plaster mungkin diperlukan untuk mempertahankan kesejajaran fraktur
f.       Pertahankan posisi atau integritas traksi
Rasional : traksi memungkinkan tarikan pada aksis panjang fraktur tulang dan mengatasi tegangan otot/pemendekan untuk memudahkan posisi/penyatuan. Traksi tulang memungkinkan penggunaan berat lebih besar untuk pemeriksaan traksi daripada digunakan untuk jaringan kulit.
g.      Yakinkan bahwa semua klem berfungsi. Minyaki control dan periksa tali terhadap tegangan. Amankan dan tutup ikatan dengan plester perekat.
Rasional : yakinkan bahwa susunan traksi berfungsi dengan tepat untuk menghindari  interupsi penyambungan traksi.
h.      Kaji ulang tahanan yang mungkin timbul karena terapi.
Rasional : mempertahankan integritas tarikan traksi.
i.        Kolaborasi untuk kaji ulang foto/evaluasi
Rasional : memberikan bukti visual mulainya pembentukan kalus/proses penyembuhan untuk menentukan tingkat aktivitas dan kebutuhan perubahan/tambahan terapi.
(7)   Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah, cedera vaskuler langsung, edema berlebihan, pembentukan thrombus.
Tujuan :
Resiko tinggi terhadap neurovaskuler tidak menjadi actual
Kriteria hasil :
Mempertahankan perfusi jaringan di buktikan oleh terabanya nadi, kulit hangat/kering, sensasi biasa, sensasi normal, tanda-tanda vital stabildan haluaran urin adekuat untuk situasi individu.
Intervensi
a.       Lepaskan perhiasaan dari ekstremitass yang sakit
Rasional : dapat membendung sirkulasi bila terjadi edema.
b.Evaluasi  adanya/kualitas nadi periver distal terhadap cedera melalui palpasi. Bandingkan dengan ekstremitas yang sakit.
Rasional : penurunan/tak adanya nadi dapat menggambarkan cedera vaskulerdan perlunya evaluasi medic segera terhadap status sirkulasi.
c.       Kaji aliran kapiler, warna kulit dan pada fraktur
Rasional : kembalinya warna harus cepat (3-5 detik), warna kulit putih menunjukkan  gangguan arterial sianosis diduga ada gangguan vena.
d.      Lakukan pengkajian neuromuskuler, perhatikan adanya perubahan fungsi motor/sensori. Minta pasien untuk melokalisasi nyeri/ketidaknyaman.
Rasional : gangguan perasaan kebas, kesemutan, peningkatan/penyebaran nyeri terjadi bila sirkulasi pada syaraf tidak adekuat/syaraf rusak.
e.       Tes sensasi syaraf perifer dengan menusuk pada kedua selaput antara ibu jari pertama dan kedua, dan kaji kemampuan untuk dorsofleksi ibu jari bila diindikasikan.
Rasional : panjang dan posisi syaraf perineal meningkatkan resiko cedera pada fraktur kaki, edema atau sindrom kompartemen atau malposisi alat traksi
f.       Kaji jaringan sekitar akhir gips untuk titik yang kasar atau tertekan. Sedikit keluhan “rasa terbakar” dibawah gips.
Rasional : factor ini di sebabkan atau mengindikasikan tekanan jaringan  atau iskemia, menimbulkan kerusakan atau nekrotik
g.Pertahankan peningkatkan ekstremitas yang cedera kecuali di kontraidikasikan dengan menyakinkan adanya sindrom kompartemen
Rasional : meningkatkan drainese vena/menurunkan edema
h.      Selidiki tanda iskemia ekstremitas tiba-tiba
Rasional : dislokasi fraktur sendi (terutama lutut) dapat merusak arteri yang berdekatan, dengan akibat hilangnya aliran darah kedistal.
i.        Awasi tanda-tanda vital, perhatikan tanda-tanda pucat/sianosis umum, kulit dingin, perubahan mental.
Rasional : ketidakadekuatan volume sirkulasi akan mempengaruhi system perfusi jaringan
j.        Kolaborasi berikan kompres es di sekitar fraktur sesuai indikasi
Rasional : menurunkan edema/pembentukan hematoma, yang dapat mengganggu sirkulasi
(8)   Resiko tinggi terhadap kerusakan gas berhubungan dengan perubahan aliran darah/emboli lemak.
Tujuan :
Tidak terjadi/menjadi actual terhadap kerusakan pertukaran gas.
Kriteria hasil :
Mempertahankan pernafasan adekuat, dibuktikan oleh tidak adanya dispnea/sianosis, frekuensi pernafasan dan GDA dalam batas normal
Intervensi
a.       Awasi frekuensi pernafasan dan upanya. Perhatikan stridor dan penggunaan otot bantu serta terjadinya sianosis sentral.
Rasional : takipnea, dispnea dan perubahan dan mungkin hanya indicator terjadinya emboli paru pada tahap awal. Masih adanya tanda/gejala menunjukkan distress pernafasan luas/cenderung kegagalan.
b.      Auskultrasi bunyi nafas perhatikan terjadinya ketidaksamaan.
Rasional : perubahan dalam bunyi advestisius menunjukkan terjadinya komplikasi pernafasan.
c.       Atasi jaringan cedera/tulang dengan lembut, khususnya dalam beberapa hari pertama.
Rasional : ini dapat mencegah terjadinya emboli lemak yang erat berhubungan dengan fraktur
d.      Instruksikan dan bantu dalam latihan nafas dalam dan batuk, reposisi dengan sering.
Rasional : meningkatkan drainase secret dan menurunkan kongesti pada paru.
e.       Perhatikan peningkatan kegelisahan, letargi, stupor dan  kacau.
Rasional : gangguan pertukaran gas/ adanya emboli  pada paru dapat menyebabkan penyimpangan pada tingkat kesadaran pasien seperti terjadinya hipoksemia/asidosis.
f.       Observasi sputum untuk tanda adanya darah
Rasional : hemodialisa dapat terjadi dengan emboli paru
g.      Inspeksi kulit untuk adanya petekie diatas garis putting pada aksila, meluas pada  abdomen/tubuh dan mukosa mulut.
Rasional : ini adalah karakteristik paling sering dari tanda emboli lemak yang tampak dalm 2-3 hari setelah cedera.
h.      Kolaborasi bantu dalam spirometri insertif
Rasional : memaksimalkan ventilasi/oksigen dan meminimalkan atelektasis.


DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif (et. al). (2000). Kapita Selekta Kedokteran. (edisi 3). Jakarta : Media Aesculapius.
Smeltzer, Susanne C. (2001). Brunner & suddarth’s Textbook of Medical Surgical Nursing. 8/E. Agung waluyo (et. al) (penerjemah)


 

 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar